Konten komunitas ada dibawah
atau ada pernyataan lain.
Dewa Indra merupakan dewa yang memimpin delapan dewa lainnya yang menguasai alam. Posisinya yang menonjol sebagai Raja Kahyangan membuatnya memimpin para dewa lainnya. Maka, ia pun dikenal sebagai Dewa Hujan, Petir, Perang, Raja Surga, Pemimpin Para Dewa, dan masih banyak lagi sebutan yang diberikan berdasarkan karakternya.
Dewa-dewi Romawi yang paling dikenal dewasa ini adalah dewa-dewi yang disamakan bangsa Romawi dengan dewa-dewi Yunani yang sebanding (lih. interpretatio graeca). Bangsa Romawi memasukkan mitos-mitos, ikonografi, dan kadang-kadang pula amalan-amalan keagamaan Yunani ke dalam kebudayaan mereka sendiri, antara lain di bidang sastra, seni rupa, dan kehidupan beragama di seluruh wilayah Kekaisaran Romawi. Banyak dewa-dewi asli Romawi yang tidak begitu jelas hal-ihwalnya, lantaran hanya nama dan kadang-kadang fungsinya saja yang dapat diketahui dari prasasti dan karya sastra yang sering kali sudah tidak utuh lagi. Ketidakjelasan semacam ini pada khususnya didapati pada dewa-dewi agama purba yang dianut bangsa Romawi sebelum zaman raja-raja, yang diistilahkan sebagai "agama Numa", suatu sistem kepercayaan yang terlestarikan dari abad ke abad atau dihidupkan kembali pada masa pemerintahan Numa Pompilius. Beberapa dewa-dewi purba Romawi memiliki padanan Itali atau Etruskinya, sebagaimana diidentikkan oleh sumber-sumber kuno maupun para peneliti modern. Dewa-dewi yang dipuja di daerah-daerah jajahan Kekaisaran Romawi diberi tafsir-tafsir teologis yang baru berdasarkan kemiripan fungsi atau tabiat dengan dewa-dewi Romawi.
Daftar alfabetis di bawah ini mengikuti pengelompokan dewa-dewi yang dibuat bangsa Romawi sendiri.[1] Untuk amalan memuja kaisar-kaisar Romawi yang dipertuhan (divus), baca artikel pemujaan kaisar.
Gelar dan sebutan tertentu dapat saja diberikan kepada lebih dari satu dewata, personifikasi nilai luhur, insan ardadewata, dan divus (insan yang dipertuhan).
Augustus, artinya "yang mulia" (bentuk maskulin), adalah sebutan penghormatan sekaligus gelar yang dianugerahkan kepada Oktavianus sebagai tanda pengakuan akan statusnya yang unik, rentang kewenangannya yang luar biasa, dan restu nyata dewata atas kepemimpinannya. Sesudah Oktavianus wafat dan dipertuhan, gelar ini dianugerahkan kepada para penggantinya. Augustus juga menjadi sebuah gelar yang cukup mendunia untuk berbagai macam dewa-dewi rendahan lokal, antara lain para Lares Augusti yang dipuja komunitas-komunitas lokal, dan dewa-dewi daerah jajahan yang tidak begitu jelas semisal Marazgu Augustus di Afrika Utara. Pemberian sebuah gelar yang disandang kaisar kepada dewa-dewi teras maupun rendahan, baik di Roma maupun di daerah-daerah jajahannya, dianggap sebagai tampilan tingkat terbawah dari kultus pemujaan kaisar.
Augusta, bentuk feminin dari Augustus, adalah sebutan takzim dan gelar yang erat kaitannya dengan pertumbuhkembangan dan penyebarluasan kultus pemujaan kaisar. Gelar ini diberikan kepada para permaisuri kaisar Romawi, baik yang masih hidup, yang sudah wafat, maupun yang dipertuhan (diva). Augusta yang pertama adalah Livia, permaisuri Oktavianus. Gelar ini kemudian hari diberikan kepada dewi-dewi kenegaraan, antara lain Bona Dea, Seres, Iuno, Minerva, dan Ops; kepada dewi-dewi rendahan atau lokal; dan kepada dewi-dewi personifikasi nilai luhur seperti Pax dan Viktoria.
Dalam ideologi kekaisaran, epitet Bonus, artinya "yang baik," dilekatkan kepada dewa-dewi mujarad semisal Bona Fortuna (Peruntungan Baik atau Kemujuran), Bona Mens (Fikrah Baik atau Akal Waras), dan Bona Spes (Harapan Baik atau Optimisme). Pada zaman republik, epitet ini lebih lekat dengan sosok Bona Dea, "Dewi Baik" yang dipuja kaum wanita. Bonus Eventus (Hasil Baik) adalah salah satu dari dua belas dewa-dewi pertanian menurut pujangga Varro, tetapi kemudian hari melambangkan kejayaan atau keberhasilan pada umumnya.[2]
Sejak pertengahan zaman kekaisaran, gelar Caelestis, artinya "surgawi" atau "samawi", dilekatkan kepada dewi-dewi yang mengejawantahkan aspek-aspek dari satu dewi samawi tertinggi. Dea Caelestis disamakan dengan rasi bintang Virgo (Kanya), yang memegang neraca keadilan. Di dalam novel Metamorphoses karangan Apuleius,[3] tokoh utama Lucius diceritakan berdoa kepada dewi Mesir Helenistis, Isis, selaku Regina Caeli (Rani Samawi), yang konon bermanifestasi pula sebagai Seres, "bunda pemelihara asali"; sebagai Venus Samawi (Venus Caelestis); sebagai "saudari Phoebus", yakni Diana atau Artemis yang dipuja di Efesus; maupun sebagai Proserpina selaku tridewi pratala. Iuno Caelestis adalah versi Romawi dari Tanit, dewi bangsa Kartago.[4]
Menurut kaidah tata bahasa Latin, bentuk tasrifan Caelestis juga dapat dilekatkan pada kata benda maskulin, tetapi sifat "surgawi" atau "samawi" untuk dewa biasanya diungkapkan melalui sinkretisasi dengan Caelus, misalnya Caelus Aeternus Iuppiter (Yupiter Angkasa Abadi).
Invictus, artinya "tak tertaklukkan" atau "tak terkalahkan", digunakan sebagai salah satu epitet ketuhanan pada awal abad ke 3 SM. Pada zaman kekaisaran, epitet ini mengungkapkan sifat tidak terkalahkan dari dewa-dewa yang dipuja secara resmi, seperti Yupiter, Mars, Herkules, dan Sol. Pada inskripsi uang logam, penanggalan, dan inskripsi-inskripsi lain, Merkurius, Saturnus, Silvanus, Fons, Serapis, Sabazius, Apolo, dan Genius juga digelari Invictus. Pujangga Cicero menganggapnya sebagai epitet yang lumrah bagi Yupiter, yang mungkin sekali merupakan sinonim dari gelar Omnipotens bagi dewa itu. Invictus juga dipakai di dalam pemujaan-pemujaan rahasia terhadap Mitras.[6]
Mater, artinya "ibu", adalah sebutan takzim sebagai tanda hormat kepada wewenang maupun fungsi-fungsi keibuan para dewi, dan tidak semata-mata bermakna "ibu dari" seseorang atau sesuatu. Contoh-contoh tertua adalah Terra Mater (Ibu Pertiwi) dan Mater Larum (Ibu para Lares). Vesta, dewi kemurnian, yang biasanya dibayangkan sebagai seorang perawan, justru dihormati sebagai Mater. Dewi yang disebut Stata Mater adalah dewata persimpangan (dewa-dewi yang dipuja di simpang jalan) yang dianggap berjasa mencegah kebakaran di kota Roma.[7]
Sejak pertengahan zaman kekaisaran, permaisuri kaisar yang sedang menjabat dihormati sebagai Mater castrorum et senatus et patriae (ibunda perkemahan-perkemahan prajurit, senatus, dan tanah air). Pasukan berkuda (auxilia) Galia dan Jermani di dalam angkatan bersenjata Kekaisaran Romawi secara teratur mendirikan altar-altar pemujaan "para ibunda tanah lapang" (Campestres, dari kata campus, "tanah lapang," dengan gelar Matres atau Matronae).[8] Baca juga Magna Mater di bawah.
Para dewa disebut Pater, artinya "bapak", untuk menonjolkan keutamaan dan pemeliharaan mereka, ibarat perhatian ayah kepada anaknya, sekaligus sebagai tanda bakti pemujanya, ibarat bakti anak kepada ayahnya. Pater didapati sebagai epitet sejumlah dewa, antara lain Dis, Yupiter, Mars, dan Liber.
Magna Mater, artinya "ibu agung", adalah gelar yang diberikan kepada Kibele di Roma. Beberapa sumber pustaka Romawi menggunakan istilah yang sama untuk menggelari Maia dan dewi-dewi lain.[9]
Bahkan pada saat menyeru dewa-dewi, yang pada umumnya mengharuskan penyebutan nama dewa atau dewi yang bersangkutan secara tepat, bangsa Romawi kadang-kadang menyebut nama kelompok yang mencakup beberapa dewa-dewi sekaligus, alih-alih menyebut nama dewa-dewi tersebut satu per satu. Beberapa kelompok dewata, misalnya Camenae dan Parcae, diduga beranggotakan dewa-dewi dalam jumlah terbatas, kendati angkanya mungkin saja tidak konsisten dari zaman ke zaman dan dari karya tulis ke karya tulis. Meskipun demikian, dewa-dewi di dalam kelompok-kelompok berikut ini tidak tertentu jumlahnya.
Pujangga Varro memilah dewa-dewi Romawi menjadi tiga golongan menurut alamnya, yaitu langit, bumi, dan pratala:
Yang lebih lazim adalah kontras dualistis antara superi dan inferi.
Di indigetes, menurut dugaan Georg Wissowa, adalah dewa-dewi pribumi Roma, kontras dengan di novensides atau novensiles, "dewa-dewi pendatang baru". Kendati demikian, tidak ada sumber kuno yang menyajikan dikotomi semacam ini, yang juga tidak berterima umum di kalangan sarjana abad ke-21. Arti epitet indiges (bentuk tunggal dari indigetes) tidak kunjung disepakati para sarjana, sementara epitet noven mungkin saja berarti "sembilan" (novem) alih-alih "baru".
Lectisternium adalah acara perjamuan yang diselenggarakan bagi dewa-dewi. Dalam acara ini, citra-citra dewa-dewi ditakhtakan di atas katil makan (hadirin dalam acara perjamuan Romawi tidak duduk di kursi melainkan berbaring di katil), seakan-akan hadir dan menikmati jamuan. Dalam uraiannya tentang lectisternium dua belas dewa-dewi besar pada tahun 217 SM, Livius, sejarawan zaman Agustus, mencantumkan nama dewa-dewi tersebut secara berpasang-pasangan:[13]
Tindakan memasangkan dewa-dewi semacam ini, maupun pengaruh antropomorfis dari mitologi Yunani, menimbulkan suatu kecenderungan di bidang kesusastraan Latin untuk menampilkan dewa-dewi sebagai pasangan "suami istri" atau sepasang kekasih (misalnya pasangan Venus-Mars).
Pujangga Varro menggunakan istilah Dii Consentes sebagai nama kelompok bagi dua belas dewa-dewi yang arcanya disepuh emas dan ditempatkan di forum (alun-alun). Dewa-dewi tersebut juga digambarkan berpasang-pasangan.[14] Meskipun nama-namanya tidak disebutkan, diduga dewa-dewi yang dimaksud adalah dua belas dewa-dewi besar yang dipuja dalam upacara lectisternium. Salah satu fragmen karya tulis Enius, pujangga yang hidup pada masa kemunculan upacara lectisternium, memuat daftar dua belas dewa-dewi lectisternium dengan nama yang sama tetapi dalam urutan yang berbeda dari daftar yang disusun pujangga Livius, yaitu Yuno, Vesta, Minerva, Seres, Diana, Venus, Mars, Merkurius, Yupiter, Neptunus, Vulkanus, Apolo.[15]
Dii Consentes kadang-kadang dipandang sebagai padanan Romawi untuk dewa-dewi Olimpos Yunani. Kata consentes dapat ditafsirkan macam-macam, tetapi lazimnya dianggap mengisyaratkan bahwa dewa-dewi tersebut membentuk suatu dewan atau majelis permusyawaratan dewa-dewi.
Pujangga Varro[18] menyajikan daftar 20 dewa-dewi utama di dalam kepercayaan bangsa Romawi:
Pujangga Varro, yang masih berdarah Sabini, menyajikan daftar dewa-dewi bangsa Sabini yang diadopsi bangsa Romawi:
Untuk dewa-dewi rendahan yang hanya memiliki satu fungsi atau satu nama saja, lihat:
Sejumlah tokoh mitologi Yunani yang tidak menjadi bagian dari sistem kepercayaan bangsa Romawi muncul di dalam narasi-narasi mitologis Latin dan sebagai alusi-alusi puitis; untuk nama tokoh-tokoh tersebut, lihat:
Templat:Daftar tokoh mitologi menurut kawasan Templat:Kepercayaan bangsa Romawi
Hai, Ma! Hari ini aku mau sharing tentang 10 Dewa-Dewi dalam Agama Hindu dan Tugasnya.
Di dalam agama hindu, Tuhan merupakan sosok yang mutlak, kekal, dan nggak berwujud sekaligus punya manifestasi kepada para Dewa yang ada di kayangan. Nah, para Dewa itulah yang punya kendali di alam semesta. Tentunya, setiap Dewa atau Dewi memiliki tanggung jawabnya masing-masing. Ada 3 dewa tertinggi di dalam agama Hindu yaitu Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa. Ketiganya disebut sebagai Trimurti. Selain ketiga dewa tersebut, ternyata masih ada dewa lainnya di dalam agama Hindu yang populer dan punya tugas beragam.
Biar nggak bikin penasaran, berikut 10 Dewa-Dewi dalam Agama Hindu dan Tugasnya yang sudah aku rangkum:
Dewa Brahma merupakan dewa yang menciptakan alam semesta dan menjadi sosok manifestasi dari Brahman (sebutan Tuhan di dalam agama Hindu). Nggak hanya itu aja, Dewa Brahma juga anggota pertama dari Dewa Utama atau disebut Tritunggal. Dewa Brahma dilahirkan di dalam bunga teratai yang tumbuh dalam Dewa Wisnu saat alam semesta dibentuk.
Sebagai anggota kedua dari Dewa Utama (Tritunggal), Dewa Wisnu punya tanggung jawab untuk menjaga keharmonisan, ketaatan, dan keteraturan alam semesta yang telah diciptakan oleh Dewa Brahma.
Nah, kalo Dewa Siwa merupakan anggota ketiga dari Dewa Utama (Tritunggal). Dewa Siwa punya tanggung jawab untuk menghancurkan alam semesta yang sudah diciptakan oleh Dewa Brahma. Alam semesta yang dihancurkan itu tentunya akan dipersiapkan kembali pembaharuannya. Apa yang telah dihancurkan itu harus kembali ke asalnya.
Disebut sebagai Dewa Api, sosok Dewa Agni digambarkan memiliki warna tubuh merah, rambutnya seperti api berkobar, dan punya dua kepala yang bersinar. Dewa agni memiliki tugas untuk memimpin upacara keagamaan dan menjadi duta para dewa. Di dalam upacara keagamaan, Dewa Agni juga diharapkan untuk ikut hadir untuk memberikan persembahan kepada Tuhan. Oh iya, kata 'Agni' sendiri berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya api.
Dewa Chandra dipandang sebagai sosok Dewa yang punya wajah tampan dan muda. Nggak hanya itu aja, Dewa Chandra adalah Dewa Bulan yang memiliki dua lengan sekaligus punya garda dan tera. Dalam penggambarannya, Dewa Chandra mengendarai kereta yang ditarik oleh beberapa kuda putih atau antilop untuk melintasi langit. Tugasnya pun sebagai penguasa tanaman dan tumbuhan.
Nah, kalo Dewa Ganesha pasti sebagian Mama mengenalinya dan sering banget ditemukan di India. Dewa Ganesha digambarkan memiliki kepala gajah dan punya empat lengan. Selain itu, Dewa Ganesha sangat dihormati karena sebagai sosok Dewa Pelindung dan Kebijaksanaan yang menolak bencana.
Dewi Laksmi merupakan istri dari Dewa wisnu dan dipandang sebagai sosok yang menghubungkan kebahagiaan di dalam keluarga sekaligus rekan-rekannya. Nggak hanya itu aja, Dewi Laksmi juga disebut sebagai sumber pengetahuan agama dan pendapatan berupa uang.
Sebagai istri dari Dewa Brahma, Dewi Saraswati digambarkan sebagai perempuan yang punya kulit halus dan bersih sekaligus berpakaian serba putih. Selain itu, penampilannya juga terlihat sopan sehingga melambangkan ilmu pengetahuan yang suci.
Dewa Indra merupakan Dewa Pemimpin dan Penguasa Alam. Karena punya posisi sebagai pemimpin, karakter dari Dewa Indra sangatlah beragam. Ia dikenal sebagai sosok Dewa Hujan, Pering, Perang, Raja Surga, Pemimpin Para Dewa, dan masih banyak lagi.
Disebut sebagai Dewi Pangan karena mengatur pertanian di alam semesta, Dewi Sri sering diceritakan oleh orang tua tentang kisahnya ketika anak-anaknya nggak mau menghabiskan makanan.
Itulah pembahasan mengenai 10 Dewa-Dewi dalam Agama Hindu dan Tugasnya, semoga bermanfaat!
Dewa Dewi Yunani Romawi Tia
Halo, Ma! Kali ini aku sharing tentang 14 Dewa Buddha dan Tugasnya.
Dalam agama Buddha, ada sebutan yang dikenal dengan Tri Kaya, Tri Loka, dan Tri Ratna. Sebutan tersebut terdiri atas Buddha Sakyamuni (Se Cia Mo Ni Fo), Buddha Bhaisajyaguru (Yao Shi Fo), dan Buddha Amitabha (Amitofo). Tri Buddha tersebut tentunya memiliki tugasnya masing-masing.
Diceritakan kelahiran Buddha Sakyamuni, beliau disambut oleh Maha Bhodisatva dengan jalan emas dan turunnya air dingin serta air panas. Kemudian dari dalam bumi muncul bejana emas sekaligus suara merdu dari kicauan burung dan bunga mekar. Kelahiran tersebut menunjukkan kalo Beliau memegang bola dunia sebagai lambang abadi sepanjang masa.
Nah, kalo Buddha Bhaisajyaguru merupakan Buddha yang mencapai pencerahan dan memberikan berkah khusus untuk menyembuhkan berbagai penyakit, mencegah bencana, dan memberikan umur yang panjang. Sedangkan Buddha Amitabha bermukim di alam barat dan dipercaya sebagai pembawa roh yang berjodoh ke alam barat.
Nggak hanya Tri Buddha aja, masih ada beberapa Dewa lainnya di dalam agama Buddha yang wajib Mama ketahui. Berikut 14 Dewa Buddha dan Tugasnya yang sudah aku rangkum buat Mama:
1. Mi Le Fo atau Maitreya
Untuk mencapai tingkat ke-Buddhaannya, Beliau harus berada di bawah pohon Jambudvipa setelah Buddha Sakyamuni memperoleh pencerahan agung dengan sempurna. Pada dasarnya, Beliau menggantikan Buddha Sakyamuni dan mendapatkan nama Buddha Maitreya.
Nggak hanya itu aja, Beliau juga dinamakan sebagai Bodhisattva untuk seluruh hidupnya yang telah ditetapkan. Makhluk hidup yang menderita akan diselamatkan dan diseberangkan sampai ke Pantai Nirvana. Ajaran Beliau juga memfokuskan terhadap meditasi, beramal bakti, punya semangat tinggi untuk mengejar kemajuan spritual, cinta kasih, dan bijaksana.
2. Ti Cang Wang Pu Sa - Ksitigarbha
Terkenal di kalangan rakyat, Bodhisattva Ksitigarbha memiliki arti sebagai Bumi tempat menyimpan 10 kitab agama Buddha sebagai roda kehidupan. Bodhisattva Ksitigarbha membantu makhluk hidup untuk menyebrang sampai tiba di Pantai Nirvana. Beliau nggak akan mendapatkan tingkat ke-Buddhaannya apabila belum menyelamatkan makhluk hidup di neraka.
Selain itu, umat Buddha juga percaya kalo Bodhisattva Ksitigarbha akan menolong dan melindungi nenek moyang dan saudara mereka yang telah meninggal.
3. Dewi Kwan Im Seribu Tangan
Dikenal sebagai Dewi berjubah putih yang welas kasih, Dewi Kwan Im Seribu Tangan merupakan perwujudan dari Buddha Avalokitesvara. Beliau memiliki seribu tangan yang bisa mengabulkan permohonan dan perlindungan yang tulus dari umat-Nya.
4. Da Shi Zhi Phu Sa / Mahasthamaprapta Bodhisattva
Dilambangkan sebagai inteligensi dan kebijaksanaan, Mahasthamaprapta Bodhisattva mengajarkan kepada umat-Nya untuk belajar mengontrol, menguasai, dan mengendalikan dari pikiran yang kurang baik agar mencapai keadaan samadhi sekaligus dapat berpikir terus mengenai kemurnian.
Tat Mo Coo Su mengajar aliran tentang Zen Buddishme yang menjadi salah satu sekte terpenting di dalam agama Buddha Mahayana. Ajaran tersebut dipengaruhi oleh Tao dan Khong Hu Cu tapi seiring dengan perkembangannya, Zen Buddishme kembali terbentuk pada Dinasti Song tahun tahun 960-1279. Nggak hanya itu aja, ajaran tersebut juga berupa latihan meditasi yang ketat sehingga terbentuk ilmu bela diri.
Di dalam agama TAO, Tai Shang Lao Jun merupakan Dewa tertinggi di antara para Dewa lainnya. Bahkan, hari besarnya diperingati pada tanggal 15 bulan 5 imlek. Maha Dewa Tai Shang Lao Jun pernah turun ketiga kalinya ke bumi sebagai Lao zi yang dikenal sebagai nabi utama agama TAO dan menulis kitab suci.
Dewi tertinggi dari agama TAO yaitu Jiu Tian Xian Nu sering membantu para pahlawan untuk menghadapi perang besar. Nggak hanya itu aja, Dewi Jiu Tian Xian Nu juga mengajarkan bagaimana cara perang yang konkret sehingga sering disebut sebagai "Dewi Perang" atau "Dewi Membantu"
8. Er Lang Shen / Thian Kou
Dulunya, ada satu cabang sungai di wilayah Xi Cuan yang seringkali mengalami banjir sehingga membuat rakyat menderita. Anak dari Gubernur Li Bing bernama Li Er Lang berhasil mengatasi hal tersebut dengan membunuh Raja Naga yang jahat.
Gubernur juga mengajak rakyatnya untuk mengendalikan sungai sekaligus bergotong royong untuk memperbaiki aliran sungai. Karena jasanya tersebut, Li Er disebut sebagai Er Lang Shen yang berarti malaikat pelindung kota sungai.
Semasa hidupnya Cay Sin Ya dikenal sebagai menteri yang bijaksana pada masa Dinasti Siang sekitar tahun 1766 sampai 1123 SM. Beliau memiliki kekuasaan untuk menjaga harta kekayaan karena dipandang sebagai Dewata Harta Sipil.
Hok Tek Cing Sin merupakan malaikat bumi sekaligus pemberi berkah rezeki. Umumnya, beliau disebut sebagai Tho Tee Kong atau Dewata Bumi. Tapi, perbedannya terletak siapa yang memuja beliau. Apabila dipuja di atas altar lengkap bersama dengan pasukan militer maka disebut sebagai Hok Tek Cing Sin. Kekuasaannya pun lebih luas nggak hanya sebatas tempat lokal aja. Kemudian disebut sebagai Tho Tee Kong jika dipuja di atas tanah tanpa pengawal militer dan kekuasaannya hanya sebatas tempat lokal.
11. Ba Xian / Delapan Dewa
Ba Xian atau atau Delapan Dewa terdiri dari Zhongli Quan, Zhang Guolao, Lu Dongbin, Li Tieguai, Cao Guojiu, Lan Caihe, Han Xiangzi, dan He Xiangu. Ba Xian melambangkan sebagai berbagai kehidupan yang berbeda misalnya seperti kemiskinan, kekayaan, bangsawan, rakyat jelata, kaum tua, kaum muda, kejantanan, dan kewanitaan. Karena hal ini, Ba Xian sangat dihormati untuk menunjukkan kebahagiaan.
Sebagai salah satu dari Ba Xian atau Delapan Dewa, Lain Caihe digambarkan dengan pakaian biru dan nggak memakai sepatu. Sambil melambaikan tongkatnya, Lai Caihe seringkali membacakan syair tentang kehidupan yang nggak kekal dan kesenangan yang hampa.
13. Se Mien Fo / Maha Brahma Sahampati
Se Mien Fo adalah Maha Brahma Sahampati atau Maha Brahma yang punya kekuasaan alam semesta. Dikenal dengan karakter welas asihnya, Se Mien Fo nggak memandang kepada manusia aja tapi juga makhluk yang berwujud dan nggak berwujud.
Se Mien Fo akan bersenang hati mengabulkan permohonan umat-Nya apabila manusia bersujud tulus dan berdoa dengan keyakinan penuh. Keistimewaannya ini bisa melihat manusia yang adil dan bijaksana.
14. Dewa Dapur / Chauw Kun Kong
Banyak dipuja di masyarakat TAO, Chauw Kun Kong atau Dewa Dapur diberikan petunjuk untuk mengawasi manusia yang ada di bumi. Dikenal sebagai Dewa Dapur karena dapur menjadi salah satu sumber energi bagi rumah dan orang-orang di seluruh dunia.
Itulah pembahasan mengenai 14 Dewa Buddha dan Tugasnya, semoga bermanfaat!
Dewa-Dewi Yunani dan Romawi: Perbedaan dan Persamaan dalam Mitologi Kuno
Minggu, 29 September 2024 - 22:42 WIB
Jakarta, WISATA - Dalam sejarah mitologi dunia, Yunani dan Romawi dikenal sebagai dua peradaban besar yang memiliki mitologi yang kaya akan dewa-dewi yang memengaruhi kebudayaan, agama, serta cara pandang masyarakat terhadap dunia. Meskipun kedua mitologi ini memiliki banyak persamaan, terutama karena pengaruh Yunani yang kuat terhadap Romawi, ada juga perbedaan yang signifikan dalam cara masing-masing peradaban memandang dan memuja para dewa mereka. Artikel ini akan mengulas perbedaan dan persamaan dewa-dewi dalam mitologi Yunani dan Romawi serta peran penting mereka dalam kehidupan sehari-hari masyarakat kuno.
Asal Usul dan Pengaruh Budaya
Mitologi Yunani lebih dahulu berkembang daripada mitologi Romawi. Dewa-dewi Yunani sudah dikenal di seluruh kawasan Mediterania sejak berabad-abad sebelum Romawi mencapai puncak kejayaannya. Ketika Romawi mulai menaklukkan wilayah Yunani dan wilayah Mediterania lainnya, mereka terinspirasi oleh kebudayaan Yunani, termasuk sistem dewa-dewi. Hal ini mengakibatkan adanya banyak dewa Romawi yang merupakan hasil adaptasi dari dewa-dewi Yunani.
Namun, meskipun banyak dewa Romawi berasal dari Yunani, Romawi memberikan sentuhan lokal terhadap mitologi mereka. Dewa-dewi Romawi lebih sering dikaitkan dengan nilai-nilai moral, hukum, dan disiplin, sesuai dengan karakteristik peradaban Romawi yang sangat terorganisir dan berfokus pada kekuatan militer dan politik.
Persamaan Nama dan Fungsi
Banyak dewa dalam mitologi Romawi memiliki padanan langsung dalam mitologi Yunani, dengan nama dan fungsi yang hampir serupa. Beberapa contoh utama meliputi:
Perbedaan dalam Karakteristik dan Fokus Pemujaan